Pages

Jumat, 31 Juli 2015

Teknologi Budidaya Padi, SALIBU MEMBERI HARAPAN BARU

Budidaya padi dengan teknik Salibu menjadi langkah terobosan untuk memacu produktivitas dan produksi padi nasional. Dengan teknik budidaya yang sederhana dan tidak rumit, padi Salibu terbukti lebih efisien dan murah dibandingkan teknik budidaya padi biasa. Hasil panennya juga bisa berlipat serta dapat dilakukan panen berkali-kali untuk satu kali tanam. Hasil ujicoba di beberapa daerah menunjukkan teknik budidaya Salibu sangat menjanjikan untuk dikembangkan, dan memberi harapan baru untuk meningkatkan indeks pertanaman sekaligus produksi beras nasional.

 sajian utama 55

Menuut Erdiman, peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat, yang pertama kali mengenalkan budidaya padi Salibu, teknologi budidaya padi Salibu merupakan cara menanam padi dengan sekali tanam namun bisa dipanen lebih dari tiga kali. “Padi Salibu dapat tumbuh lagi setelah batang sisa panen dipangkas. Tunas akan muncul dari buku yang ada di dalam tanah. Tunas tersebut akan mengeluarkan akar baru sehingga pasokan unsur hara tidak lagi tergantung dengan batang lama,” jelasnya. Menurutnya, tunas tersebut bisa membelah atau bertunas lagi seperti padi tanam pindah sehingga membuat pertumbuhan dan produksinya sama tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan tanaman induknya. Ini yang membuat padi Salibu berbeda dengan padi ratun yang tumbuh dari batang sisa panen tanpa dilakukan pemangkasan batang.
Menurut Erdiman, dari hasil uji coba budidaya Salibu di beberapa daerah di Sumatera Barat menunjukkan hasil yang cukup bagus. Hasil panen di Nagari Pauh, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, berhasil meningkat 20% dari tanaman pertamanya. Di Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar meningkat 10%-15 % dari tanaman pertamanya. Meskipun belum diujicoba di banyak tempat, Erdiman optimis budidaya ratun yang dimodifikasi ini mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Indonesia. “Dengan Salibu, waktu produksi menjadi lebih pendek, hanya membutuhkan 80%- 90% waktu dibanding tanaman pertamanya. Di samping itu biaya lebih irit karena hemat benih dan tenaga kerja,” jelasnya.
Beberapa petani di Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur  mengakui bahwa dengan budidaya Salibu, selain biaya produksinya murah, juga hasil panennya lebih banyak. Seperti yang diungkapkan Sukrisnan yang panen padi Salibu pada tanam pertamanya menghasilkan 7,1 ton per hektar. Meskipun pada tanam kedua turun menjadi 6,5 ton per hektar, dia masih banyak diuntungkan pada penanaman yang kedua. “Memang panen turun 0,6 ton per hektar, tapi keuntungan lebih banyak pada tanam kedua, karena tidak mengeluarkan biaya untuk benih dan biaya olah lahan,” jelasnya.
Hal senada dikatakan Jumadi, Ketua Gapoktan Sido Makmur, Kecamatan Gerih, yang juga menanam padi Salibu. Pada lahannya seluas 1,5 hektar dia mendapatkan hasil panen yang kedua sebanyak 7 ton per hektar.  Biayanya juga lebih murah dibanding dengan sistem tanam pindah (tapin). “Pada tanam kedua cukup dengan biaya Rp 650 ribu saja, dibandingkan dengan ketika mulai menanam lagi, saya harus mengeluarkan biaya minimal Rp 5 juta,” kata Jumadi.
Yang pasti menurut Erdiman, budidaya salibu akan meningkatkan indeks pertanaman karena tidak lagi melakukan pengolahan tanah, persemaian dan tanam sehingga rentang waktu produksi lebih pendek. Budidaya ini secara tidak langsung juga dapat menanggulangi keterbatasan varietas unggul, karena pertumbuhan tanaman selanjutnya terjadi secara vegetatif maka mutu varietas tetap sama dengan tanaman pertama. (Bambang Sugianto)

0 komentar:

Posting Komentar