Hasil ekspor produk pertanian di negara
ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan nasionalnya. Seperti
juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh pengerjaan dilakukan
dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi, mereka
menerapkan sistem yang sangat berbeda dengan Indonesia.
Bila di Indonesia bibit padi di semai
pada satu hamparan sebelum dipindah pada lahan sawah, di Taiwan bibit
padi dimasukan suatu wadah pot segi empat dengan ketinggian 2 cm, saat
tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara ini dapat
menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi lebih
baik, karena pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari
persemaiaan yang akan membuat tanaman stress dan memerlukan waktu untuk
adaptasi.
Mengintip Pertanian Modern Taiwan
Hamparan sawah seluas satu hektar,
hanya memerlukan waktu tiga jam dalam menanam padi, jika menggunakan
mesin tanam padi seperti yang ada di Taiwan.
Dengan pola tanam tersebut tentu dapat menghemat tenaga kerja, waktu serta yang menggiurkan adalah hasil panen yang memuaskan.Per
hektar mampu menghasilkan 12 ton gabah.Sistem pertanian modern di
Taiwan, agaknya menjadi daya tarik bagi Kepala KDEI Taipei.Sehingga
walau harus menempuh perjalanan sekitar 3 jam antara Taipei Changhua,
bapak dua putra ini tetap semangat mengikuti arahan dari konsultan
teknik Chang Kuo-An saat mengunjungi para petani Taiwan beberapa waktu lalu.Dalam paparannya Mr. Chang menjelaskan, jika pertanian di Taiwan sistem menanam padi sangat jauh dengan sistem yang ada di Indonesia.Jika
petani Indonesia dari bibit di semai dihamparan persemaian. Setelah
persemaian tumbuh dengan memakan waktu kira-kira 15 hari barulah bibit
padi di cabut(di daut) dari persemaian. Setelah itu padi baru di tanam
diatas lahan. Dalam satu hektar cara penanaman ini memerlukan waktu
seminggu dan membutuhkan tenaga kerja sekitar empat atau lima
orang.Menurut Mr. Chang, jika sistem tanam seperti petani di Indonesia
yang di jelaskan diatas, tentu ada beberapa kekurangannya. Diantaranya,
bibit padi yang telah tumbuh di media semai, lantas di cabut lagi lalu
di tanam di lahan sawah, tentu akan kurang bagus hasilnya. Karena padi
yang di cabut akan stress dan untuk pulih memerlukan waktu seminggu.
Induknya sudah tumbuh, anakannya baru tumbuh seminggu lagi. Selanjutnya
bibit yang di cabut akar-akarnya akan tertinggal di lahan persemaian
kira-kira bisa 40 persennya. Jadi ada 40 persen bibit yang hilang.Hal ini tentu akan mempengaruhi hasil produksi.
Namun jika menggunakan sistem ala
pertanian Taiwan, bibit padi di semai di sebuah wadah pot persegi empat
dengan ketinggian 2 cm. Media tanam menggunakan campuran tanah humus,
batu bata merah yang telah di haluskan dan sekam. Gunakanya untuk
menghemat tanah dan memberi pori-pori pernafasan bibit. Selanjutnya
campuran padi dan pupuk di semaikan diatas media tanam.Hanya memerlukan waktu sembilan hari bibit-bibit padi sudah bisa di tanam di atas lahan sawah.Cara
tanam dengan menggunakan mesin tanam ini hanya memerlukan waktu tiga
jam per hektar. Menggunakan mesin tanam ini, selain lebih efisien waktu
dan tenaga juga membuat tanaman rapi, karena secara otomatis mesin telah
memisah-misah bibit dengan jumlah yang sama dan dalam garis yang sama
pula.Dengan menggunakan system ini, akan memperpendek proses olah, tanam
dan petik. Mulai dari persemaian hingga panen petani akan merasakan
jika dengan system ini akan lebih menguntungkan.Keunggulan teknologi
pertanian Taiwan ini, karena proses pertanian di dukung dengan mesin
yang seluruh prosesnya tidak banyak menyerap tenaga manusia. Seperti
yang terlihat di lokasi, jika terdapat dua ruang yang terdapat mesin
pompainer. Satu ruang khusus untuk mencampur tanah gabah dan pupuk,
serta satu ruang lagi sebagai tempat pencetakan bibit.MenuruT Mr. Chan
jika mesin pompainer berfungsi untuk menjaga mutu bibit yang di
tanam.Sementara mesin-mesin ini mampu menghasilkan produksi bibit
sekitar 3000 dapot per jam.Suhartono dalam kunjungannya juga sempat
menjalankan mesin tanam padi.Menurutnya mesinnya mudah dijalankan, dan
jika petani Indonesia menggunakan mesin ini, diharapkan Indonesia bakal
menjadi negara surplus akan pangan. Mengingat lahan di Indonesia masih
cukup luas sementara tak di manfaatkan dengan baik.” Jika saja Indonesia
mengadopsi sistem pertanian seperti ini, mungkin cerita soal import
beras tak ada ceritanya lagi.
Terutama bagi petani, yang bakal
merasakan manfaatnya karena panen bisa tiga kali dalam setahun karena
pendeknya waktu.Selain itu tenaga kerja muda, yang mungkin malu bekerja
di sawah dan memilih ke luar negeri juga akan berkurang. Karena dengan
menggunakan system pertanian modern hasil yang di dapatkan akan memuaskan.maka kenapa mesti keluar negeri?’ ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Chang
Kuo-An, jika sudah saat Indonesia menggunakan tehnologi modern dalam
pertaniannya, karena jika tidak bakal ketinggalan dengan petani-petani
dari negara lain. Yang karena ketertinggalan tersebut akhirnya sangat
tak masuk akal, jika negara agraris sampai mengimport beras untuk
memenuhi kebutuhan pangan warganya.
0 komentar:
Posting Komentar